TATA SURYA
Pengertian Tata Surya
Tata Surya adalah kumpulan benda langit yang terdiri atas
sebuah bintang yang disebut Matahari dan semua objek yang terikat oleh gaya
gravitasinya. Objek-objek tersebut termasuk delapan buah planet yang sudah
diketahui dengan orbit berbentuk elips, lima planet kerdil/katai, 173 satelit
alami yang telah diidentifikasi, dan jutaan benda langit (meteor, asteroid,
komet) lainnya.
Tata Surya terbagi menjadi Matahari, empat planet bagian
dalam, sabuk asteroid, empat planet bagian luar, dan di bagian terluar adalah
Sabuk Kuiper dan piringan tersebar. Awan Oort diperkirakan terletak di daerah
terjauh yang berjarak sekitar seribu kali di luar bagian yang terluar.
Jarak Matahari dengan Planet
Berdasarkan jaraknya dari Matahari, kedelapan planet pada
Sistem Tata Surya adalah :
Merkurius (57,9 juta km),
Venus (108 juta km),
Bumi (150 juta km),
Mars (228 juta km),
Yupiter (779 juta km),
Saturnus (1.430 juta
km),
Uranus (2.880 juta km), dan
Neptunus (4.500 juta
km).
Sejak pertengahan 2008, ada lima objek angkasa yang
diklasifikasikan sebagai planet kerdil. Orbit planet-planet kerdil, kecuali
Ceres, berada lebih jauh dari Neptunus. Kelima planet kerdil tersebut ialah
Ceres (415 juta km. di sabuk asteroid; dulunya diklasifikasikan sebagai planet
kelima), Pluto (5.906 juta km.; dulunya diklasifikasikan sebagai planet
kesembilan), Haumea (6.450 juta km), Makemake (6.850 juta km), dan Eris (10.100
juta km).
Asal - Usul Sistem Tata Surya
Banyak hipotesis tentang asal usul Tata Surya telah
dikemukakan para ahli, beberapa di antaranya adalah:
Pierre-Simon Laplace, pendukung Hipotesis Nebula
Gerard Kuiper, pendukung Hipotesis Kondensasi
1. Hipotesis Nebula
Hipotesis nebula pertama kali dikemukakan oleh Emanuel
Swedenborg (1688-1772) tahun 1734 dan disempurnakan oleh Immanuel Kant
(1724-1804) pada tahun 1775. Hipotesis serupa juga dikembangkan oleh Pierre
Marquis de Laplace secara independen pada tahun 1796. Hipotesis ini, yang lebih
dikenal dengan Hipotesis Nebula Kant-Laplace, menyebutkan bahwa pada tahap
awal, Tata Surya masih berupa kabut raksasa. Kabut ini terbentuk dari debu, es,
dan gas yang disebut nebula, dan unsur gas yang sebagian besar hidrogen. Gaya
gravitasi yang dimilikinya menyebabkan kabut itu menyusut dan berputar dengan
arah tertentu, suhu kabut memanas, dan akhirnya menjadi bintang raksasa
(matahari). Matahari raksasa terus menyusut dan berputar semakin cepat, dan
cincin-cincin gas dan es terlontar ke sekeliling Matahari. Akibat gaya
gravitasi, gas-gas tersebut memadat seiring dengan penurunan suhunya dan
membentuk planet dalam dan planet luar. Laplace berpendapat bahwa orbit
berbentuk hampir melingkar dari planet-planet merupakan konsekuensi dari
pembentukan mereka.
2. Hipotesis Planetisimal
Hipotesis planetisimal pertama kali dikemukakan oleh Thomas
C. Chamberlin dan Forest R. Moulton pada tahun 1900. Hipotesis planetisimal
mengatakan bahwa Tata Surya kita terbentuk akibat adanya bintang lain yang
lewat cukup dekat dengan Matahari, pada masa awal pembentukan Matahari.
Kedekatan tersebut menyebabkan terjadinya tonjolan pada permukaan Matahari, dan
bersama proses internal Matahari, menarik materi berulang kali dari Matahari.
Efek gravitasi bintang mengakibatkan terbentuknya dua lengan spiral yang
memanjang dari Matahari. Sementara sebagian besar materi tertarik kembali,
sebagian lain akan tetap di orbit, mendingin dan memadat, dan menjadi
benda-benda berukuran kecil yang mereka sebut planetisimal dan beberapa yang
besar sebagai protoplanet. Objek-objek tersebut bertabrakan dari waktu ke waktu
dan membentuk planet dan bulan, sementara sisa-sisa materi lainnya menjadi
komet dan asteroid.
3. Hipotesis Pasang Surut Bintang
Hipotesis pasang surut bintang pertama kali dikemukakan oleh
James Jeans pada tahun 1917. Planet dianggap terbentuk karena mendekatnya
bintang lain kepada Matahari. Keadaan yang hampir bertabrakan menyebabkan
tertariknya sejumlah besar materi dari Matahari dan bintang lain tersebut oleh
gaya pasang surut bersama mereka, yang kemudian terkondensasi menjadi planet.
Namun astronom Harold Jeffreys tahun 1929 membantah bahwa tabrakan yang
sedemikian itu hampir tidak mungkin terjadi. Demikian pula astronom Henry
Norris Russell mengemukakan keberatannya atas hipotesis tersebut.
4. Hipotesis Kondensasi
Hipotesis kondensasi mulanya dikemukakan oleh astronom
Belanda yang bernama G.P. Kuiper (1905-1973) pada tahun 1950. Hipotesis
kondensasi menjelaskan bahwa Tata Surya terbentuk dari bola kabut raksasa yang
berputar membentuk cakram raksasa.
5. Hipotesis Bintang Kembar
Hipotesis bintang kembar awalnya dikemukakan oleh Fred Hoyle
(1915-2001) pada tahun 1956. Hipotesis mengemukakan bahwa dahulunya Tata Surya
kita berupa dua bintang yang hampir sama ukurannya dan berdekatan yang salah
satunya meledak meninggalkan serpihan-serpihan kecil. Serpihan itu terperangkap
oleh gravitasi bintang yang tidak meledak dan mulai mengelilinginya.
6. Hipotesis Protoplanet
Teori ini dikemukakan oleh Carl Van Weizsaecker, G.P.
Kuipper dan Subrahmanyan Chandarasekar. Menurut teori protoplanet, di sekitar
matahari terdapat kabut gas yang membentuk gumpalan-gumpalan yang secara
evolusi berangsur-angsur menjadi gumpalan padat. Gumpalan kabut gas tersebut
dinamakan protoplanet.
Sejarah Penemuan Sistem Tata Surya
Lima planet terdekat ke Matahari selain Bumi (Merkurius,
Venus, Mars, Yupiter dan Saturnus) telah dikenal sejak zaman dahulu karena
mereka semua bisa dilihat dengan mata telanjang. Banyak bangsa di dunia ini
memiliki nama sendiri untuk masing-masing planet.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pengamatan pada
lima abad lalu membawa manusia untuk memahami benda-benda langit terbebas dari
selubung mitologi. Galileo Galilei (1564-1642) dengan teleskop refraktornya
mampu menjadikan mata manusia "lebih tajam" dalam mengamati benda
langit yang tidak bisa diamati melalui mata telanjang.
Karena teleskop Galileo bisa mengamati lebih tajam, ia bisa
melihat berbagai perubahan bentuk penampakan Venus, seperti Venus Sabit atau
Venus Purnama sebagai akibat perubahan posisi Venus terhadap Matahari.
Penalaran Venus mengitari Matahari makin memperkuat teori heliosentris, yaitu
bahwa Matahari adalah pusat alam semesta, bukan Bumi, yang sebelumnya digagas
oleh Nicolaus Copernicus (1473-1543). Susunan heliosentris adalah Matahari
dikelilingi oleh Merkurius hingga Saturnus.
Model heliosentris dalam manuskrip Copernicus.
Teleskop Galileo terus disempurnakan oleh ilmuwan lain
seperti Christian Huygens (1629-1695) yang menemukan Titan, satelit Saturnus,
yang berada hampir 2 kali jarak orbit Bumi-Yupiter.
Perkembangan teleskop juga diimbangi pula dengan
perkembangan perhitungan gerak benda-benda langit dan hubungan satu dengan yang
lain melalui Johannes Kepler (1571-1630) dengan Hukum Kepler. Dan puncaknya,
Sir Isaac Newton (1642-1727) dengan hukum gravitasi. Dengan dua teori
perhitungan inilah yang memungkinkan pencarian dan perhitungan benda-benda
langit selanjutnya
Pada 1781, William Herschel (1738-1822) menemukan Uranus.
Perhitungan cermat orbit Uranus menyimpulkan bahwa planet ini ada yang
mengganggu. Neptunus ditemukan pada Agustus 1846. Penemuan Neptunus ternyata
tidak cukup menjelaskan gangguan orbit Uranus. Pluto kemudian ditemukan pada
1930.
Pada saat Pluto ditemukan, ia hanya diketahui sebagai
satu-satunya objek angkasa yang berada setelah Neptunus. Kemudian pada 1978,
Charon, satelit yang mengelilingi Pluto ditemukan, sebelumnya sempat dikira
sebagai planet yang sebenarnya karena ukurannya tidak berbeda jauh dengan
Pluto.
Para astronom kemudian menemukan sekitar 1.000 objek kecil
lainnya yang letaknya melampaui Neptunus (disebut objek trans-Neptunus), yang
juga mengelilingi Matahari. Di sana mungkin ada sekitar 100.000 objek serupa
yang dikenal sebagai Objek Sabuk Kuiper (Sabuk Kuiper adalah bagian dari
objek-objek trans-Neptunus). Belasan benda langit termasuk dalam Objek Sabuk
Kuiper di antaranya Quaoar (1.250 km pada Juni 2002), Huya (750 km pada Maret
2000), Sedna (1.800 km pada Maret 2004), Orcus, Vesta, Pallas, Hygiea, Varuna,
dan 2003 EL61 (1.500 km pada Mei 2004).
Penemuan 2003 EL61 cukup menghebohkan karena Objek Sabuk
Kuiper ini diketahui juga memiliki satelit pada Januari 2005 meskipun berukuran
lebih kecil dari Pluto. Dan puncaknya adalah penemuan UB 313 (2.700 km pada
Oktober 2003) yang diberi nama oleh penemunya Xena. Selain lebih besar dari
Pluto, objek ini juga memiliki satelit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar